Entri Populer

Kamis, 28 April 2011

KPPU Mengkaji Permasalahan dalam Hukum Ekspor Rotan


Permasalahan:
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melakukan kajian hukum terhadap kebijakan pemerintah terkait industri rotan di Indonesia, terkhusus yang berada di Sulawesi Utara (Sulut) mengenai ketentuan ekspor rotan jika pun memang ada keberadaannya.
Charisma Desta Ardiansyah, Staf KPPU Manado, menjelaskan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pedagangan No. 36/M-DAG/PER/2009 (Permendag No 36/2009) tentang Ketentuan Ekspor Rotan, KPPU menyampaikan Surat Saran dan Pertimbangan kepada Presiden RI melalui surat No. 263/K/XII/2010 tanggal 28 Desember 2010.
"Hasil pengamatan dan pengkajian yang dilakukan oleh KPPU, terdapat
beberapa permasalahan terkait persaingan usaha yang dapat diakibatkan oleh Permendag No 36/2009 tersebut," ujarnya kepada Tribun Manado, Jumat (11/2/2011).
Ia menjelaskan, semisal terkait pembatasan ekspor rotan yang dapat menghilangkan potensi nilai ekonomi yang dapat diperoleh dari ekspor rotan dan adanya kewenangan pemberian lisensi yang diberikan kepada pelaku
usaha. "Contohnya berupa bukti pasok," katanya. ia pun menambahkan, Permendag No 36/2009 belum menjelaskan batasan jumlah produksi minimal suatu daerah dapat disebut sebagai daerah penghasil rotan.
Tidak adanya batasan minimal produksi tersebut menyebabkan aturan ini memberi pengaruh. "Berpotensi menghambat daerah penghasil rotan baru untuk dapat melakukan ekspor dari wilayahnya," ungkapnya.
Selain itu, tambahnya, meskipun rotan yang tidak dapat terserap oleh industri dalam negeri dapat diekspor dengan rekomendasi dari Dirjen Bina Produksi
Kehutanan Departemen Kehutanan. "Kenyataannya hingga pertengahan 2010 permintaan rekomendasi tersebut hanya diajukan oleh satu pelaku usaha," kata pria kelahiran Bekasi ini.
Dengan mempertimbangkan beberapa hal tersebut, jelasnya, maka KPPU menyampaikan saran kepada Pemerintah dalam hal ini Presiden untuk menentukan kuota ekspor rotan yang mengacu pada potensi lestari
rotan, kemampuan memasok industri hulu rotan dan daya serap industri
pengolahan rotan dalam negeri. "Menggunakan data yang terpusat dan diperbarui secara berkala," katanya.
Selain itu, menetapkan batas produksi agar suatu daerah dapat dikategorikan
sebagai wilayah penghasil rotan sehingga dapat memberi peluang ekspor bagi wilayah penghasil rotan lainnya dan mengembalikan kewenangan penerbitan bukti pasok kepada Pemerintah untuk mencegah terjadinya praktek abuse of dominant position. "Mempermudah pengawasan dari pemerintah," katanya.
Terakhir, jelas Charis, meningkatkan sosialisasi tentang kesempatan ekspor bagi rotan yang tidak terserap dalam negeri, sehingga pasar tersebut dapat terbuka. "Bisa dirasakan langsung petani dan eksportir rotan," ujar pria lulusan Universitas Dipenogoro Semarang ini.
Solusi:
            Seharusnya ada kepastian dan kekonsistenan terhadap pembatasan ekspor rotan yang dapat menghilangkan potensi nilai ekonomi yang dapat diperoleh dari ekspor rotan dan adanya kewenangan pemberian lisensi yang diberikan kepada pelaku usaha. Karena tidak adanya batasan minimal produksi tersebut menyebabkan aturan ini memberi pengaruh, "Berpotensi menghambat daerah penghasil rotan baru untuk dapat melakukan ekspor dari wilayahnya," dan meskipun rotan yang tidak dapat terserap oleh industri dalam negeri dapat diekspor dengan rekomendasi dari Dirjen Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan. "Kenyataannya hingga pertengahan 2010 permintaan rekomendasi tersebut hanya diajukan oleh satu pelaku usaha, serta yang paling utama adalah menetapkan batas produksi agar suatu daerah dapat dikategorikan sebagai wilayah penghasil rotan sehingga dapat memberi peluang ekspor bagi wilayah penghasil rotan lainnya dan mengembalikan kewenangan penerbitan bukti pasok kepada Pemerintah untuk mencegah terjadinya praktek abuse of dominant position.
Sumber:


Nama  : Reza Eka Permana Putra
Kelas   : 4ID02
NPM   : 30407710


Hati-hati Nyerempet Merek Terkenal


Permasalahan:

Kesadaran terhadap penegakkan hak atas kekayaan intelelektual (HaKI) di Indonesia dianggap masih minim. Kondisi ini pun kerap kali dikeluhkan berbagai kalangan, khususnya para pelaku industri.
Tak percaya? Lihat saja status Indonesia di mata United State Trade Representative (USTR). Yaitu masih terjerembab di dalam daftar hitam Priority Watch List. Artinya, kesadaran akan HaKI di Tanah Air dianggap masih rendah.
Pelanggaran yang dilakukan pun berbagai macam, mulai dari hal yang disengaja ataupun tidak disengaja. Disengaja di sini maksudnya adalah, pelaku melakukan pelanggaran hak cipta, merek atau lainnya berlandaskan adanya unsur mengeruk keuntungan dengan mendompleng brand terkenal.
Hal ini pernah terjadi dalam kasus antara PT Panggung dengan Intel Corp beberapa tahun lalu. Kala itu, PT Panggung dituntut raksasa TI tersebut lantaran memproduksi televisi bermerek ‘Intel’.
Tentu saja nama kembar tersebut membuat jengah Intel yang namanya sudah kadung mendunia. Sehingga langkah tegas dengan menyeretnya ke jalur hukum pun dianggap patut dilakukan.
Sementara untuk insiden yang tidak disengaja bisa kita lihat dari kasus tergress yang menyangkut blogger Indonesia, Sony Arianto Kurniawan. Lantaran memiliki situs dengan embel-embel nama ‘Sony’, www.sony-ak.com, praktisi TI ini harus pasrah menerima somasi Sony Corp.
sony ak285ogo Hati hati Nyerempet Merek Terkenal
Gambar dari Logo Sony-AK.com

Padahal kepada detikINET, Jumat (12/3/2010), Sony AK mengaku tidak memiliki niat jahat menggunakan nama domain yang diambil dari inisial namanya tersebut. Namun apa daya, sang raksasa elektronik asal Jepang memandang hal ini suatu pelanggaran.
Ancaman pun sudah dijatuhkan dan harus segera dijawab. Bila tak ada balasan ‘memuaskan’ yang diharapkan Sony Corp., Sony AK sepertinya harus siap-siap diseret ke meja hijau.
Praktisi hukum, Donny A. Sheyoputra mengatakan, kasus ‘Sony versus Sony’ ini merupakan contoh tepat dalam melihat bagaimana begitu pentingnya suatu icon, merek atau trademark bagi sebuah perusahaan global. Sehingga jika ada pihak lain yang memakainya tanpa izin, meski itu sifatnya tidak disengaja dan kesamaan namanya juga cuma menyerempet namun dianggap begitu krusial bagi perusahaan besar tersebut.
“Sesuatu yang tidak kita pahami adalah soal perdagangan bebas. Ribut-ribut soal hak merek, hak cipta itu merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas,” tandasnya kepada detikINET.
Solusi:
   Permasalahan yang kadang sering terjadi karena mungkin ketidak pahaman dari segelintir atau sekelompok orang, baik secara disengaja atau tidak disengaja soal hak merek, hak cipta itu merupakan konsekuensi dari perdagangan bebas. Seperti permasalahan yang menyangkut dalam penggunaan nama “sony”, yang melibatkan blogger Indonesia, Sony Arianto Kurniawan. Lantaran memiliki situs dengan embel-embel nama ‘Sony’, www.sony-ak.com, praktisi TI ini harus pasrah menerima somasi Sony Corp. Walau Sony Arianto Kurniawan mengatakan tidak ada niat jahat dalam penggunaan nama “Sony” tetap saja ini merugikan pihak dari Sony Corp sebagai pemilik nama “Sony”. Karena bisa saja menimbulkan berbagai anggapan lain dari publik atau konsumen dari ‘Sony’ itu sendiri, sehingga hal ini yang tidak diinginkan oleh pihak Sony Corp. Maka seharusnya dalam penggunaan nama, logo atau yang lainnya harus memperhatikan dengan pihak lain untuk menghindari suatu permasalahan yang berujung pada jalur hokum, dan sebisa mungkin untuk tidak menggunakan nama atau logo yang sama persis dengan pihak lain.
Sumber:

Nama  : Reza Eka Permana Putra
Kelas   : 4ID02
NPM    : 30407710